Jakarta (17/11). Kementerian Kesehatan RI menetapkan vaksin meningitis tidak lagi diwajibkan bagi pengguna visa umroh, yang disahkan berdasarkan surat edaran Kemenkes yang terbit 11 November lalu. Vaksinasi tetap dapat dilakukan jika calon jamaah yang berangkat menginginkan upaya perlindungan kesehatan.
Sekjen Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) M. Farid Aljawi mengonfirmasi hal tersebut. Ia mengatakan, Amphuri mengapresiasi peraturan baru mengenai vaksin meningitis bagi jamaah umrah, sebagai respon cepat pemerintah.
Ia menyampaikan, masalah yang dihadapi jamaah umrah adalah jumlah ketersediaan vaksin yang ada, tidak seimbang dengan jumlah calon jamaah. Sehingga menyulitkan penyelenggara menggelar vaksinasi. Selain itu, pesebaran vaksin dan buku kuning belum merata di seluruh daerah dan hanya dilakukan distribusi secara online.
“Hal ini menjadi kontraproduktif di masyarakat. Contoh misalnya, hanya karena terkendala batas toleransi minimal pemberian vaksin, calon jamaah tidak bisa diberangkatkan. Jelas hal ini merugikan baik peserta maupun penyelenggara,” ujarnya.
Terkait hal tersebut, Farid berharap pemerintah perlu melakukan harmonisasi peraturan lebih lanjut agar tidak terjadi benturan kebijakan.
Menanggapi peraturan baru tersebut, penyelenggara travel umrah dan haji Arminareka Perdana, Richan Muzakar mengakui dengan adanya kebijakan itu merupakan berita baik bagi jamaah dan penyelenggara travel itu sendiri. “Di sisi lain ini menjadi waspada, karena seperti diketahui di Arab Saudi adalah tempat berkumpul para jamaah umrah dan haji dari berbagai negara. Artinya masing-masing jamaah harus menjaga kesehatan. Meningitis berbahaya karena menyerang ke otak,” ujarnya.
Senada dengan Richan, Ketua Departemen Pengabdian Masyarakat DPP LDII sekaligus Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif, Muslim Tadjuddin Chalid mengatakan meningitis masih perlu menjadi perhatian karena penyebabnya bisa berasal dari kerumunan orang banyak.
Penyelenggaraan haji dan umrah termasuk dalam indikasi dengan penyebaran tinggi virus atau bakteri meningitis, karena merupakan tempat berkumpulnya warga berbagai negara. Karena itu, ia melanjutkan, pemerintah Indonesia berupaya mencegah melalui vaksinasi meski hingga kini belum ada obatnya.
Karena itu, terkait kebijakan baru tersebut, Muslim menyarankan bahwa orang-orang yang memiliki komorbid dan pengguna visa haji, dengan jangka waktu mukim lama masih perlu vaksin meningitis. “Lagipula vaksin meningitis hanya sekali dan akan berlaku selama tiga tahun, jika jamaah itu sering melakukan ibadah umroh, ia tidak perlu berulang kali vaksin,” ujarnya.
Potensi penyebaran ke negara asal itulah yang perlu menjadi perhatian masyarakat yang ingin berangkat umroh. “Selama itu untuk kepentingan kesehatan apa salahnya, meski kini ada kebebasan kebijakan dari pemerintah. Kita tidak tahu riwayat penyakit bawaan dari warga negara lainnya. Mencegah itu lebih sedikit biaya daripada mengobati, resiko mengancam jiwa itu lebih masalah, apalagi menyebar ke tempat lain,” ujar Muslim.